Kikis Politisasi Birokrasi, Aturan Seleksi Terbuka akan Direvisi

By Admin

nusakini.com--Meskipun sudah diatur dengan Peraturan Menteri PANRB No. 13/2014, namun belum semua instansi pemerintah mentaati tata cara pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) di instansinya. Nuansa politis masih kerap menjadi kendala dalam mewujudkan sistem merit dalam seleksi terbuka, khususnya pasca pemilihan kepala daerah (Pilkada) di berbagai daerah.    

Deputi Bidang SDM Aparatur Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, seleksi JPT yang merupakan perintah dari Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) memasuki era yang sangat kompetitif. Sebagai salah satu pilar reformasi birokrasi khususnya di bidang SDM, UU tersebut perlu ditaati oleh semua pihak. 

“Kehadiran undang-undang ini juga mencegah politisasi birokrasi, sehingga gubernur, bupati atau wali kota tidak boleh seenaknya menggunakan kewenangannya untuk memindahkan dan memberhentikan pejabat di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya,” ujarnya dalam konsultasi publik Revisi Peraturan Menteri PANRB No. 13/2014 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah, Senin (5/12). 

Meski UU ASN memerintahkan agar seleksi terbuka diatur dengan Peraturan Pemerintah, namun saat ini peraturan tersebut belum lahir. Kehadiran Peraturan Menteri PANRB No. 13/2014 diharapkan menjadi pedoman selama PP belum lahir. Namun, setelah dua tahun berjalan, perlu ada revisi terhadap Peraturan Menteri tersebut. 

Saat ini, pedoman pengisian JPT berdasarkan Permen PANRB No. 13/2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah. Namun terdapat beberapa poin yang membutuhkan penegasan. “Karena belum ada pp, maka kita perkuat permenpannya,” ujarnya.  

Dalam Permenpan tersebut, belum ada syarat JPT Madya dan Utama dari non-PNS yang jelas. Hal ini perlu dilakukan agar benar-benar mendapatkan kandidat yang sesuai dan setara dengan JPT yang dilamar. “Kemarin ada yang lolos administrasi di lingkungan KKP, dengan kelahiran tahun 1994. Kalau dilihat dari jabatannya di perusahaan mungkin relevan karena dia CEO. Tapi kalau pengalaman harus dilihat lagi dan dari perusahaan apa,” ujarnya. 

Deputi Bidang SDM Aparatur Setiawan Wangsaatmaja berharap dengan adanya konsultasi publik tersebut dapat memperoleh masukan yang relevan untuk Permenpan No. 13/2014. “Kiranya bapak/ibu memberikan kontribusi pemikiran untuk perbaikan seleksi terbuka,” ujarnya. 

Betapa tidak, hingga kini masih banyak rekomendasi Komisi Aparatrur Sipil Negara (KASN) terkait dengan ketidaktaatan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). KASN mencatat, selama tahun 2016 (sampai 31 Oktober 2016) ada 56 dari 731 instansi pemerintah yang pengisian JPT mendapat rekomendasi dibatalkan/dicabut/ditunda. “Pencabutan tersebut karena prosesnya yang tidak benar, pelanggaran terhadap PP No. 53 tahun 2010 (tentang Disiplin PNS) dan lain-lain,” ujar Komisioner KASN Waluyo. 

Dari hasil penyelidikan selama tahun 2015-2016, KASN menyimpulkan bahwa sistem merit masih dipandang sebagai beban. Selain itu, masih banyak instansi pemerintah yang memandang seleksi terbuka sebatas memenuhi kewajiban. Bahkan hasil seleksi terbuka ada yang tidak ditetapkan karena kandidat yang terpilih oleh pansel tidak sesuai dengan keinginan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). 

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakanm, birokrasi harus kuat sehingga perubahan politik tidak menganggu jalannya birokrasi. Menurutnya, perubahan politik, mekanisme pemilu pilkada dan sebagainya belum diimbangi dengan reformasi birokrasi. “Birokrasi tidak boleh sakit. Birokrasi menjadi sakit bila dipolitisasi,” ujarnya. 

Siti mengajak seluruh ASN untuk memperjuangkan reformasi birokrasi sekuat tenaga. “Kita semua, parpol, pemerintah, DPR, civil society, media harus bersama-sama memahami bahwa birokrasi kita merupakan roda besar pembangunan negara ini,” ujarnya. (p/ab)